Tuesday, May 3, 2011

Mengintip Sejarah Kelam Kamboja (2)


Pada pertengahan 1970-an, Kamboja dikuasai rezim Khmer Merah pimpinan Pol Pot, yang memiliki cita-cita mengubah Kamboja menjadi negara agraris dengan menganut paham ultra-Maoisme. Dia memindahkan orang dari kota ke desa untuk bekerja di ladang dan membunuh siapa saja yang menentang. Banyak orang tak bersalah, termasuk wanita, anak-anak, dan orang tua yang menjadi korban kekejaman rezim Khmer Merah.

Cheoung Ek



Beberapa turis berjalan melintasi kuburan massal Cheoung Ek di pinggiran kota Phnom Penh, Kamboja. Kredit foto: AP/Heng Sinith

Terletak sekitar 14 km dari Phnom Penh, ibukota Kamboja, Cheoung Ek adalah salah satu tempat rezim Khmer Merah membunuhi dan mengubur orang yang dianggap menentang kekuasaan rezim tersebut. Para tahanan yang dipenjara di Tuol Sleng (baca tulisan Bagian 1), akan dibawa ke Cheoung Ek untuk dibunuh.

Saya pergi ke Cheoung Ek menggunakan tuk-tuk selama satu jam, dengan ongkos $ 7. Jalanan ke arah luar kota ini sangat berdebu, sehingga saya harus menutup muka dengan syal.  Sekilas, tempat ini terlihat seperti taman dengan pepohonan rindang. Banyak kupu-kupu yang juga beterbangan. Para pedagang suvenir menawarkan dagangan mereka.

Tiket masuk ke Cheoung Ek adalah $ 2 (walaupun mata uang resmi Kamboja adalah Riel, mereka juga menerima pembayaran dalam dolar Amerika).

Di Cheoung Ek, bangunan yang  paling menonjol adalah sebuah menara tinggi, yang di dalamnya terdapat tumpukan kurang lebih 8 ribu tengkorak manusia hasil kekejaman rezim Pol Pot. Tumpukan pakaian bekas para korban tersebut pun dipajang di dalam menara. Para turis, termasuk saya, sibuk mengambil gambar. Pemandangan tersebut sungguh luar biasa sekaligus tragis. Tak ada seorangpun yang tertawa maupun bercanda ketika mengambil gambar.

Selesai mengelilingi menara, saya memutuskan mengelilingi kompleks Cheoung Ek. Di sebuah sudut, saya melihat berbagai alat pembunuh yang dulu digunakan untuk menghabisi para tahanan. Sangkur, rantai besi, dan berbagai peralatan pembunuh lainnya.

Di sudut lainnya saya menemukan sebuah lubang besar dengan petunjuk dalam bahasa lokal serta bahasa Inggris yang kira-kira berbunyi "Di sini ditemukan tumpukan korban tanpa kepala". Sementara di tempat yang lain terdapat tanda "Di sini ditemukan korban wanita dalam keadaan tanpa busana". Ada banyak tanda-tanda lain yang sama mengerikannya.

Untungnya, berbeda dengan Tuol Sleng, Cheoung Ek merupakan lapangan terbuka sehingga tidak terasa begitu mengerikan. Menara yang menjulang dengan tumpukan tengkoraknya tetap mendominasi tempat ini.

Walau perut sudah melilit, dan ada beberapa warung makanan di luar kompleks, saya tidak berselera makan. Saya memutuskan kembali ke pusat kota dan menghabiskan waktu di kota.

Alternatif obyek wisata di Phnom Penh


Kamboja merupakan negara yang menarik, dengan sejarah yang luar biasa. Tragis, kejam, namun patut dikenang. Namun, bila Anda bukan penggemar sejarah, terutama yang berhubungan dengan perang dan penyiksaan, masih banyak obyek wisata yang bisa dilihat di Phnom Penh.

Istana Raja Norodom dengan Pagoda Perak di dalamnya adalah salah satu yang harus Anda kunjungi. Tempat ini sangat indah dengan taman yang tertata rapi. Alternatif lain adalah Museum Nasional, yang juga merupakan tempat penyimpanan benda-benda bersejarah, namun dari masa yang lebih lampau dibandingkan dengan sejarah Khmer Merah.


Istana raja di Kamboja, salah satu objek wisata yang menarik dikunjungi. Kredit foto: AP/Heng Sinith

Wat Phnom, sebuah pagoda besar di tengah kota juga layak untuk dikunjungi. Anda dapat naik dan mengambil gambar dengan relief dan patung yang ada. Di tempat ini banyak sekali kera, jadi berhati-hatilah dengan barang Anda.

Bila senang berbelanja, Anda harus pergi ke Russian Market atau Pasar Rusia. Tempat ini menjual berbagai macam suvenir, mulai dari sutra, kaus, pakaian, dan pernak-pernik. Harga di Pasar Rusia tergolong murah dan yang paling penting, mudah ditawar!

No comments: