Monday, January 17, 2011

Temuan Monitoring Otonomi Daerah 2010; Indikator Akuntabilitas Publik

Temuan Monitoring Otonomi Daerah 2010; Indikator Akuntabilitas Publik
Persoalan akuntabilitas menjadi batu sandungan pelaksanaan otonomi daerah. Kabupaten dan kota menjawabnya dengan berbagai terobosan. Bagaimana bentuk inovasinya? Berikut pemaparan Wawan Sobari peneliti The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP)

---

SEJAK KPK berdiri (2004) hingga 2009, lembaga pemberantas korupsi tersebut telah menangkap 19 bupati/walikota dan 5 gubernur karena kasus korupsi. Hingga pertengahan tahun 2010, sudah masuk 35 ribu laporan korupsi di daerah ke KPK. Korupsi di daerah hampir 70 persen dilakukan melalui Dana APBD.
Temuan Monitoring Otonomi Daerah 2010; Indikator Akuntabilitas Publik

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menambahkan, Presiden telah mengeluarkan sekitar 150 izin proses hukum kepala daerah terkait kasus korupsi hingga Juni 2010. Modus utamanya berupa penyimpangan APBD. Menurut ICW, dari jumlah besaran anggaran APBD, biasanya 30 persen terjadi kebocoran yang diambil dari proyek belanja modal, barang dan jasa.

Fakta dan data tersebut menjadi kampanye negatif otonomi daerah. Tujuan otonomi demi perbaikan kesejahteraan masyarakat menjadi kehilangan arah. Pun, pemerintah lambat laun mengoreksi legitimasi transfer kewenangan ke daerah (desentralisasi).

Praktik Teladan

Upaya-upaya pemda untuk mendorong terciptanya birokrasi yang steril dari praktik korupsi menjadi tantangan tersendiri bagi daerah-daerah di Jawa Timur. Sepanjang 2009, JPIP menemukan minimnya terobosan menonjol dalam upaya mendorong sanitari birokrasi. Upaya tersebut hanya ditemukan di Surabaya melalui penerapan lelang serentak secara elektronik (e-procurement) yang sudah dikembangkan sejak tiga tahun sebelumnya.

Meskipun demikian, terobosan yang dikembangkan Pemkot Surabaya penting sebagai contoh bagi daerah lainnya. Karena, lelang merupakan salah satu proses yang paling rawan terjadi tindak pidana korupsi, terutama gratifikasi.

Kondisi tersebut memang ironis. Di tengah maraknya kecaman banyak pihak, daerah justru kurang memperhatikan upaya-upaya pencegahan tindak korupsi di daerah.

Satu penjelasan logis minimnya iniasiatif tersebut karena faktor kepala daerah yang dominan. Kuatnya determinasi kebijakan kepala daerah bisa menghambat inisiatif antikorupsi. Karena inisiatif seperti ini justru akan menghambat kepentingannya untuk mempertahankan dan membangun kekuasaan.

Fakta yang mendukung asumsi tersebut bisa dilihat dari banyaknya kasus korupsi di daerah yang menjadikan kepala daerah sebagai aktor utama. Berdasar data KPK dalam lima tahun terakhir, kasus korupsi telah menjerat 19 bupati/walikota dan 5 gubernur. Situasi ini didukung pula oleh struktur birokrasi yang hierarkis.

Birokrasi selalu menuruti kehendak kepala daerah, sehingga miskin inisiatif, termasuk dalam pencegahan tindak korupsi. Berdasar temuan JPIP, kepala daerah menentukkan realisasi dan implementasi lebih dari 70 persen inovasi daerah. Padahal, lebih dari 50 persen inovasi ide awalnya berasal dari birokrat daerah.

Terakhir, desain pemilukada tidak mampu mencegah praktik politik transaksional antara kepala daerah, konstituen, dan elit politik lokal. Kondisi tersebut berpotensi melemahkan inisiatif kontrol dari masyarakat maupun elit lokal. Karena kepala daerah yang dominan mengarahkan pilihan-pilihan kebijakannya agar menguntungkan para pendukungnya.

Tetapi, minimnya inisiatif antikorupsi tidak memandulkan kreatifitas untuk mendorong akuntabilitas pada bidang lainnya. Sepanjang 2009, JPIP menemukan inisiatif untuk mendorong transparansi publik, perbaikan penanganan pengaduan, dan peningkatan responsifitas aparat daerah.

Terdapat kemajuan berarti terkait upaya-upaya pemda untuk mendorong transparansi dan keterbukaan informasi dibanding era sebelum otonomi daerah. Bahkan, sebelum implementasi UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada 2010, daerah-daerah di Jawa Timur telah lebih dulu mendorong transparansi. Pemda berkolaborasi dengan organisasi non-pemerintah dan lembaga internasional terus mendorong kemudahan akses informasi publik terkait penyelenggaraan dan kebijakan pemerintah.

Selain kegiatan dan program, upaya transparansi telah dilembagakan di Lamongan, Ngawi, dan Kabupaten Probolinggo. Ketiga daerah tersebut telah menerbitkan peraturan daerah (perda) yang secara khusus mengatur transparansi pemda. Akses informasi publik dijamin di ketiga daerah tersebut secara permanen, khususnya, dalam kegiatan pembangunan daerah.

Kabupaten Probolinggo menetapkan Perda 13/2008 tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Perencanaan Pembangunan. Prinsip transparansi yang dimaksud yaitu keterbukaan perencanaan pembangunan. Transparansi dilakukan dengan cara memberikan informasi kepada publik tentang perencanaan pembangunan. Selain itu, JPIP menemukan pula inisiatif berupa dialog langsung antara pejabat dan masyarakat dan transparansi data kemiskinan secara online di Kota Probolinggo.

Terkait peningkatan respon aparat daerah, beberapa terobosan sudah mulai menjawab tantangan otonomi untuk semakin meningkatkan sensitivitas pemda terhadap kebutuhan dan permintaan warga. Citizen's Charter (CC) merupakan respon yang paling banyak dikembangkan daerah.

CC adalah bentuk kesepakatan hasil negosiasi dan konsultasi antara kebutuhan dan kepentingan warga dan pemda atau unit pelayanan publik. Keinginan warga sebagai pengguna pelayanan dan visi dan kemampuan pemda sebagai penyedia pelayanan saling bertemu hingga menjadi pertimbangan utama dalam penyelenggaraan pelayanan dasar seseuai keinginan dan kemampuan bersama.

Selama 2009, praktik governance guna merespon permintaan dan kebutuhan publik tersebut telah diterapkan di Kota Blitar, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, Pacitan, dan Sampang. Di Kota Pasuruan Citizen's Charter diaplikasikan dalam Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas se-Kota Pasuruan sejak 2007. Penerapan CC mampu merespon keinginan masyarakat dalam pelayanan kesehatan dasar menjadi lebih efisien, responsif, transparan dan terjangkau masyarakat.

Sementara untuk perbaikan penanganan keluhan masyarakat, pemda menggunakan media radio. Meski telah tergeser keberadaan televisi, popularitas radio tidak sepenuhnya pudar di daerah. Sejumlah daerah di Jawa Timur justru mengandalkan radio sebagai media penyampaian dan penanganan keluhan warga terkait persoalan pelayanan publik, infrastruktur, dan masalah lainnya. Seperti dilakukan di Kota Probolinggo, Tuban, Bondowoso, Kabupaten Blitar, dan Bojonegoro.

Pemkab Tuban menyediakan ruang publik dalam salah satu acara di RKPD Pradya Swara. Pemkab menjadikan radio tersebut sebagai media aspirasi publik. Bupati mewajibkan setiap kepala SKPD melakukan siaran bergilir dan langsung berinteraksi dengan warga yang melakukan komplain maupun pujian atas pelayanan publik.

Siaran ini dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu digelar hari selasa dan kamis. Selain itu, setiap satu bulan sekali di awal tahun anggaran, bupati melakukan acara "rembugan massal" atau temu wicara di pendopo kabupaten dengan melibatkan seluruh tokoh masyarakat dan pejabat setempat. (wawansobari@jpip.or.id)

 

Sunday, January 16, 2011

Gerakan Botanik Beri Harapan

Gerakan Botanik Beri Harapan
KABUPATEN Bondowoso berkonsentrasi penuh dalam peningkatan pelayanan pendidikan. Untuk sektor lain, masih belum ada terobosan yang signifikan. Belum satu pun di antara sembilan indikator lain itu yang menembus peringkat 10 besar. Indikator pemberdayaan ekonomi lokal dan pelayanan kesehatan, misalnya, harus puas di peringkat ke-12.

Sementara itu, untuk indikator partisipasi publik, daerah tersebut juga harus puas dengan menempati peringkat ke-15 di antara 38 kabupaten/kota. Disusul indikator pelayanan administrasi pada peringkat ke-17 dan akuntabilitas publik di peringkat ke-19. Berikut ikhtisar terobosan Bondowoso.

Pelayanan Kesehatan: Kabupaten penghasil tape ini sebenarnya telah menciptakan terobosan dalam revitalisasi pelayanan kesehatan. Baik pelayanan di rumah sakit, puskesmas, maupun puskesmas pembantu. Namun, terobosan revitalisasi serupa juga dijalankan beberapa daerah lain dengan capaian yang relatif lebih baik. Konsekuensinya, perolehan nilai tambah penilaian di sektor ini tak terlalu mengangkat Bondowoso.

Pelayanan Administrasi: Rendahnya kepemilikan kartu keluarga (KK), kartu tanda penduduk (KTP), dan akta catatan sipil di daerah tersebut membuat dinas kependudukan dan catatan sipil mengadakan Tri Program Terpadu. Yaitu, pelayanan gratis, pelayanan kolektif, dan pelayanan di tempat dengan fasilitas mobil keliling.

Dengan terobosan tersebut, pemerintah daerah mengklaim telah terjadi peningkatan jumlah warga yang memiliki dokumen administrasi kependudukan. Hingga akhir 2009, di antara 583.976 wajib KTP, 536.631 orang atau sekitar 91,89 persen penduduk diklaim telah memiliki KTP.

Kemajuan Ekonomi: Daerah itu pun harus puas menempati peringkat ke-23 untuk indikator pemerataan ekonomi dan peringkat ke-33 untuk indikator pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi daerah yang baru mengembangkan Gerakan Botanik itu. Botanik adalah singkat dari ''Bondowoso sebagai Daerah Pertanian Organik''.

Sebagai daerah pertanian, rendahnya tingkat kesuburan tanah di kabupaten tersebut menjadi keprihatian tersendiri bagi bupati. Pada saat yang sama, populasi ternak sapi tercatat relatif tinggi. Berdasar data yang diperoleh peneliti JPIP, sedikitnya terdapat 135.891 ekor sapi yang menghasilkan 529.975 ton kotoran per tahun. Kondisi itulah, antara lain, yang memicu inisiatif kepala daerah untuk mengembangkan Gerakan Botanik.

Sanitasi dan Lingkungan Hidup: Daerah tersebut juga harus puas di peringkat buncit. Untuk indikator sanitasi, daerah itu menempati peringkat ke-28 dan indikator lingkungan hidup menempati peringkat ke-32.

Pertanyaannya kemudian, mampukah daerah tersebut mempercepat langkah agar publik segera merasakan dampak positif kebijakan dan terobosannya? Jika sektor pendidikan sudah diarahkan untuk berkembang sesuai potensi lokal, tantangan daerah itu ke depan adalah cara membangun sinergi lintas-sektor agar arah kebijakan pembangunan tidak bersifat parsial atau diwarnai ego sektoral.

Dalam sektor pendidikan, bobot kebijakan daerah dalam upaya mendekatkan pelayanan pendidikan kepada masyarakat di kawasan pinggiran dinilai publik telah berdampak cukup signifikan. Hal itu, antara lain, tecermin dari hasil survei publik sekaligus peningkatan capaian pada existing condition daerah. Karena pertimbangan tersebut, JPIP menetapkan daerah itu sebagai peraih Otonomi Award kategori utama (grand category) bidang pelayanan publik. (day/jpip/c5)

Saturday, January 15, 2011

Seakan menjadi kado HUT Kemerdekaan RI

Kabupaten Jombang, Peraih Grand Category Bidang Pembangunan Ekonomi
Seakan menjadi kado HUT Kemerdekaan RI, Kabupaten Jombang meraih tiga Otonomi Awards 2010. Salah satunya adalah Otonomi Award paling bergengsi, yaitu grand category (kategori utama) bidang pembangunan ekonomi. Apa saja upaya daerah santri itu? Apa pula kelebihan dan kelemahannya? Berikut pemaparan Dadan S. Suharmawijaya, peneliti The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP).

---

PERTUMBUHAN ekonomi tak selalu harus didorong sektor industri maupun perdagangan yang tergolong sektor hilir dalam sistem perekonomian. Lokomotif pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan sektor hilir mungkin lebih cocok bagi wilayah perkotaan.

Tapi, tidak bagi Jombang. Berdasar letak geografis dan posisinya dalam rantai perekonomian nasional, khususnya Jatim, Pemkab Jombang lebih cocok mengembangkan sektor hulu dalam sistem perekonomian. Pemkab Jombang menyadari betul pemikiran tersebut.

Karena itu, di bawah kepemimpinan Bupati Drs H Suyanto MMA dan Wabup H Widjono Soeparno MSi, Pemkab Jombang lebih mengutamakan sektor pertanian daripada perdagangan. Jangan heran bila di wilayah Pemkab Jombang tidak ditemukan mal atau pusat pasar modern. Yang ada hanya pasar-pasar tradisional yang tersebar di berbagai pelosok wilayah. Hal itu menjadi cermin kebijakan perekonomian pemerintah daerah.

Lebih dari itu, Pemkab Jombang justru membangun sistem pertanian terpadu untuk menunjang pertumbuhan ekonomi daerah. Penguatan sektor pertanian sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi Jombang tersebut, antara lain, melalui Program Pembangunan Pertanian 2007-2010.

Dalam kurun yang singkat itu, sektor pertanian diperkuat dengan berbagai terobosan sejumlah program pertanian terpadu yang saling terkait. Keterpaduan program tersebut diwujudkan dalam alur pembangunan pertanian yang strategis dan implementatif.

Berdasar penilaian inovasi program pertanian terpadu yang ditunjang nilai survei publik dan skor existing itulah Pemkab Jombang meraih peringkat teratas Otonomi Awards 2010 untuk kategori khusus pertumbuhan ekonomi. Kemenangan Otonomi Award kategori khusus itu sekaligus mengantarkan mereka meraih grand category (kategori utama) bidang pembangunan ekonomi.

Program pertanian terpadu tersebut diimplementasikan dalam tiga program unggulan. Yaitu, Program Peningkatan Kesuburan Tanah, Program Peningkatan Produktivitas Tanaman, serta Program Peningkatan Dinamika Penyuluhan dan Dinamika Kelompok Tani. Sasarannya jelas dan sederhana. Yaitu, tanah, tanaman, dan petani. Namun, di balik kesederhanaan konsep, terdapat komitmen kebijakan, strategi, serta upaya serius yang implementatif dengan sejumlah program unggulan.

Pertama, program perbaikan dan peningkatan kesuburan tanah diimplementasikan melalui perbaikan kualitas agroekosistem. Cara yang ditempuh, antara lain, melalui pembangunan fasilitas laboratorium terpadu pertanian. Di kalangan petani, hal itu populer dengan sebutan laboratorium tanah karena digunakan untuk mengukur kandungan tanah di setiap lahan kelompok petani dan dipakai sebagai dasar pemberian pupuk yang sesuai kadar serta kebutuhan.

Pendirian laboratorium tanah tersebut menelan biaya sekitar Rp 1,2 miliar. Tapi, hanya dengan sekali musim panen hasil sistem pertanian terpadu biaya tersebut tertutupi dan hanya sebanding dengan nilai efisiensi atau selisih produksi panen sebelumnya.

Selain itu, dilakukan pemetaan potensi pertanian dengan akurasi koordinat lokasi tanah dengan sistem teknologi informasi (TI) yang memanfaatkan gambar foto udara hasil pencitraan satelit. Pemetaan itu dipakai untuk mengukur kebutuhan dan distribusi pupuk serta berbagai kebijakan pertanian yang akan diterapkan. Upaya tersebut ditunjang database kesuburan tanah serta potensi pertanian yang tersimpan dalam SIM (sistem informasi dan manajemen) Pemetaan Agroekosistem & Peta Kesuburan Tanah.

Upaya tersebut didukung pengendalian distribusi pupuk dengan sistem kontrol distribusi dan survei kebutuhan petani yang disesuaikan pola musim tanam serta jenis komoditas. Dasarnya adalah Peraturan Bupati No 37 Tahun 2009 tentang Kebutuhan dan Penyaluran serta Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.

Tidak seperti di beberapa daerah lain, dengan sistem itu, tidak pernah lagi terjadi kelangkaan pupuk. Bahkan, pemakaian pupuk kimia (anorganik) menjadi terkendali. Hal ini ditunjang pula dengan sistem TI berupa SIM Distribusi Pupuk.

Kedua, peningkatan produktivitas hasil pertanian. Dilakukan pendekatan sistem pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan. Inovasi yang dilakukan adalah penerapan teknologi SRI (system of rice intensification) sebagai cara budi daya padi ramah lingkungan.

SRI merupakan teknik budi daya padi mutakhir yang paling produktif dan efisien. Yaitu, berupa pemakaian bibit dan pupuk yang minimal tapi dengan hasil panen yang maksimal. Saat ini, Pemkab Jombang merupakan daerah yang menerapkan SRI terluas di Jatim.

Upaya peningkatan produktivitas hasil pertanian tersebut juga ditunjang gerakan penggunaan pupuk organik, baik pupuk organik pabrikan maupun pupuk organik buatan petani seperti pembuatan rumah kompos, pembuatan bokashi, pembuatan MOL (mikroorganisme lokal), mengembalikan jerami, dan pupuk kandang.

Secara bertahap, budaya pertanian organik sudah dilakukan dengan target ''menuju budaya pertanian organik 100 persen pada 2013''. Itu merupakan hasil tindak lanjut laboratorium tanah yang secara bertahap mengubah komposisi tanah ke arah penggunaan pupuk organik.

Ketiga, pemberdayaan petani. Yakni, program membangkitkan dinamika penyuluhan dan kelembagaan kelompok tani melalui revitalisasi kelompok tani dan revitalisasi penyuluhan pertanian. Inovasi yang diterapkan adalah sistem kontrak kerja penyuluh dan kelompok tani untuk mewujudkan pembangunan pertanian berbasis kelompok tani. Tidak tangggung-tanggung, saat ini telah terlembaga sedikitnya 500 kelompok tani yang terikat kontrak kerja untuk menerapkan sistem pertanian yang direkomendasikan dinas pertanian.

Meski demikian, kontrak kerja disesuaikan dengan kondisi agroekosistem dan kemampuan kelompok tani. Cakupan revitalisasi kelompok tani sampai tingkat dusun dengan alamat ke basis hamparan. Karena itu, kontrak kerja petani meliputi pemberdayaan dan pendekatan teknis, ekonomi, dan sosial dengan target masing-masing kelompok.

Secara teknis, petani mendapat pembinaan teknik pertanian mutakhir, secara ekonomi mendapat bantuan modal dari ''Bank Pasar Kabupaten Jombang'' dengan rekomendasi dinas pertanian, serta secara sosial diperkuat kelembagaan seperti koperasi dan kelompok usaha bersama. (dadan@jpip.or.id/c5/agm)

Friday, January 14, 2011

Kabupaten Bondowoso, Peraih Grand Category Bidang Pelayanan Publik

Kabupaten Bondowoso, Peraih Grand Category Bidang Pelayanan Publik
Pada Malam Anugerah Otonomi Awards 2010, Kabupaten Bondowoso tampil mengejutkan dengan memboyong dua trofi sekaligus. Selain meraih penghargaan kategori khusus bidang pendidikan, daerah itu memboyong trofi kategori utama (grand category) bidang pelayanan publik. Apa saja capaian daerah penghasil tape tersebut? Berikut ulasan Nur Hidayat, peneliti The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP).

---

SEJAK dilantik menjadi bupati pada 15 September 2008, Amin Said Husni menjadikan sektor pendidikan sebagai salah satu fokus perhatian. Setelah pelantikan, ketika ditanya wartawan tentang prioritas pembangunan yang hendak dicanangkan, Amin langsung menegaskan bahwa Kabupaten Bondowoso membutuhkan terobosan di bidang pendidikan.

Menurut dia, sektor pendidikan harus ditata dan dipikirkan secara cermat. Program yang dibuat harus betul-betul terencana dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal itu, fondasi pertama yang disiapkan adalah peraturan daerah (perda) tentang penyelenggaraan pendidikan.

Berbekal pengalaman dua periode menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dia tidak kesulitan memberikan garis besar desain perda yang dikehendaki. Pada akhir 2008, sebuah tim yang ditugasi merumuskan rancangan perda terbentuk. Tim tersebut segera menyusun rancangan perda dan melakukan studi banding ke Jogjakarta.

Setelah itu, rancangan perda dikonsultasikan kepada publik melalui sebuah sarasehan. Hasilnya, tim menerima beberapa masukan untuk penyempurnaan rancangan perda. Masukan tersebut, antara lain, terkait dengan pengelolaan pendidikan dasar, kurikulum muatan lokal, dan rintisan wajib belajar 12 tahun. Akhirnya, Kabupaten Bondowoso secara resmi memiliki Perda Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan pada 14 Mei 2009.

Jika dibandingkan dengan beberapa daerah lain, kabupaten itu terbilang telat dalam menyusun perda pendidikan. Namun, bila dihitung dari rentang waktu pelantikan bupati, penerbitan perda tersebut relatif cepat. Ditanya tentang itu, Amin menyatakan bahwa wacana penerbitan perda berkembang sejak dirinya belum menjabat bupati. "Waktu menjadi anggota DPR, saya sudah terlibat dalam diskusi tentang (perda, Red) itu," tuturnya.

Yang menarik, perda tersebut kental akan nuansa lokal. Sesuai dengan karakter Bondowoso sebagai daerah santri, misalnya, perda itu mewajibkan pengajaran agama pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pemerintah daerah (pemda) juga berkomitmen membantu pendidikan keagamaan.

Selain itu, berangkat dari kesadaran akan rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM) daerah, perda tersebut menegaskan komitmen daerah dalam menjalankan rintisan wajib belajar 12 tahun. Menurut bupati, komitmen itu berasal dari usul masyarakat saat rancangan perda memasuki tahap konsultasi publik.

Pada bagian lain, perda tersebut menegaskan kewajiban pendidik. Antara lain, pendidik harus objektif dan tidak diskriminatif terhadap peserta didik. Pendidik harus bertindak adil tanpa membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi tertentu, latar belakang keluarga, serta status sosial-ekonomi peserta didik. Sebagai daerah dengan kultur feodal yang cukup kuat, masuknya pertimbangan latar belakang keluarga merupakan respons cerdas terhadap problem lokal yang mungkin dihadapi para pendidik.

Hal lain yang mewarnai perda tersebut adalah komitmen mengembangkan sekolah berbasis keunggulan lokal. Pada bagian hak dan kewajiban satuan pendidikan (pasal 33), ditegaskan salah satu kewajiban satuan pendidikan, yakni melaksanakan program sekolah berbasis keunggulan lokal.

Komitmen tersebut dipertegas pada bagian keempat (pasal 41-42) yang secara khusus mengatur pendidikan berbasis keunggulan lokal. Pada bagian tersebut, pemda mendorong pengembangan pendidikan berbasis keunggulan lokal melalui pembelajaran yang bersifat akademis serta memanfaatkan teknologi dan mempertimbangkan kecakapan vokasi, budaya masyarakat, maupun lingkungan hidup.

Pada saat yang sama, salah satu daerah tertinggal di Jawa Timur tersebut mengambil garis yang cukup tegas soal pengembangan sekolah bertaraf internasional (SBI). Caranya, mengikuti ketentuan minimal dalam pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas. Daerah itu membatasi diri dengan menominasikan satu SMP dan SMA serta dua SMK sebagai rintisan SBI.

Penguatan pendidikan berbasis keunggulan lokal tersebut tampak sekali pada jenjang SMK. Separo lebih dari 16 SMK negeri daerah itu memiliki kompetensi yang sesuai dengan potensi lokal.

Misalnya, SMKN 1 Tamanan yang berlokasi di dekat sentra pengusaha batik mengembangkan program keahlian kriya tekstil dan kayu. Program keahlian serupa dikembangkan di SMKN Pakem. Selain itu, SMKN 3 Bondowoso memiliki program keahlian teknik furnitur dan perabot kayu.

Di kawasan pegunungan dan basis pertanian, pemda mengembangkan program keahlian yang berbeda. Misalnya, SMKN Sumber Wringin memiliki program keahlian budi daya tanaman hias dan tumbuhan pangan hortikultura. Sedangkan SMKN Tlogosari dan SMKN Grujugan mengembangkan program keahlian agrobisnis produksi tanaman dan hasil pertanian.

Sementara itu, karena berada di wilayah perbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan berdekatan dengan industri pengalengan ikan, SMKN 1 Prajekan mengembangkan program keahlian agrobisnis perikanan serta budi daya ikan air tawar dan payau.

Di SMKN Maesan, program keahlian yang dikembangkan adalah budi daya unggas dan ruminansia. Daerah itu juga memiliki satu unit sekolah pertanian pembangunan negeri (SPPN) di Kecamatan Tegalampel.

Di luar itu, bidang dan program keahlian lain yang dikembangkan sangat beragam. Misalnya, tata boga, busana, dan kecantikan serta perhotelan (SMKN 2). Ada juga program bisnis, manajemen, serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di SMKN 1. Dalam dua tahun terakhir, Pemkab Bondowoso juga mendorong secara intensif berdirinya SMK swasta, yang mayoritas berbasis pondok pesantren.

Sebagai daerah miskin, kabupaten itu terkendala infrastruktur dan sumber daya pendidikan yang terbatas. Tapi, tekad mengembangkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan melahirkan pekerja terampil (skilled labours) benar-benar menjadi motivasi tersendiri bagi aparat pendidikan di kawasan tersebut.

Karena itu, tidak mengherankan beberapa sekolah di daerah tersebut dikembangkan dari sebuah SMK kecil yang berada satu atap dengan bangunan SMP. Beberapa kepala SMP pun diberdayakan dengan merangkap jabatan kepala SMK.

Untuk pelajaran normatif dan adaptif, sebagian guru SMP setempat direkrut sebagai pengajar SMK. Pemda juga mengerahkan staf dinas terkait untuk mengisi kekosongan waktu pelajaran produktif. Maka, tidak mengherankan di daerah itu ditemukan staf dinas infokom yang mengajar TIK di SMK. Juga, staf dinas peternakan dan pertanian yang mengajar di SMK dengan program keahlian peternakan, perikanan, maupun pertanian. (hidayat@jpip.or.id/agm)

 

Thursday, January 13, 2011

Pekerjaan Rumah Partisipasi

Pekerjaan Rumah Partisipasi
WAJAR saja bila inisiatif-inisiatif partisipasi masyarakat di Kota Probolinggo diarahkan untuk memperbaiki kinerja pembangunan, terutama pembangunan manusia. Sebab, meski kualitas pembangunan di atas rata-rata Jatim, secara faktual, capaian Kota Probolinggo masih berada di posisi bawah. Khususnya, ini bila dibandingkan dengan delapan kota lain di Jawa Timur.

Berdasar kondisi 2007, indeks harapan hidup masyarakat kota anggur ini mencapai 73,5. Hanya sedikit di atas angka rata-rata Jatim. Kondisi tersebut menggambarkan kebutuhan pembangunan bidang kesehatan yang lebih baik. Bandingkan dengan Kota Blitar yang menempati peringkat tertinggi dengan indeks 77,53.

Yang menarik adalah kualitas pembangunan pendidikan. Capaian Kota Probolinggo cukup tinggi hingga angka 80,17 dan memiliki selisih 6 angka di atas rata-rata Jatim. Meski demikian, posisinya berada paling buncit di antara delapan kota lain.

Begitu pula indeks paritas daya beli masyarakat berada di peringkat ketujuh. Posisi tersebut hanya lebih tinggi dari Kota Batu dan Kota Pasuruan. Secara keseluruhan, indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Probolinggo menempati peringkat kedua terbawah di antara 9 kota di Jatim. Pencapaiannya hanya melampaui dua poin di atas rata-rata Jatim.

Padahal, apabila merujuk pada besaran APBD 2007, peringkat Kota Probolinggo cukup baik. Di antara sembilan kota, posisinya menempati peringkat keempat setelah Surabaya, Kota Malang, dan Kota Kediri. Ini berarti ada persoalan penetapan prioritas alokasi anggaran untuk item-item pembangunan manusia.

Untuk itu, prioritas pekerjaan rumah pemerintah, DPRD, dan masyarakat Kota Probolinggo saat ini adalah mengarahkan perbaikan partisipasi untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia. Targetnya cukup jelas, yakni agar terjadi peningkatan berarti dan mengejar ketertinggalan IPM dari kota-kota lain di Jatim.

Hasil Probolinggo Summit 2k9 yang merekomendasikan pemecahan masalah pada bidang-bidang pembangunan manusia, semestinya menggairahkan optimisme masyarakat. Itu karena partisipasi niscaya mampu menjadi alat perbaikan kualitas pembangunan manusia. Bila hal tersebut terealisasi, pemkot telah membuktikan bahwa partisipasi bukan hanya instrumen kebijakan semata, melainkan sebagai media transformasi kualitas manusia. (wawan/jpip/c2/agm)

Wednesday, January 12, 2011

Kota Probolinggo, Peraih Grand Category Bidang Kinerja Politik Lokal

Kota Probolinggo, Peraih Grand Category Bidang Kinerja Politik Lokal
Dalam pergelaran Otonomi Awards 2010, Kota Probolinggo meraih tiga penghargaan sekaligus. Salah satu yang paling bergengsi berupa trofi kategori utama bidang kinerja politik lokal. Apa saja inovasi kota anggur tersebut? Berikut pemaparan Wawan Sobari, peneliti The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP).

---

KARAKTER sosiologis masyarakat kawasan perkotaan (urban) biasanya identik dengan individualisme. Warga lebih senang beraktivitas sendiri-sendiri daripada bergotong-royong. Apalagi mau berpartisipasi dalam penentuan kebijakan pemerintah yang tidak secara langsung menyentuh kepentingan mereka.

Sifat-sifat tersebut, faktanya, jauh dari kondisi masyarakat Kota Probolinggo. Meski sebagian besar wilayah dan kondisi sosiologisnya menunjukkan indikator perkotaan, warganya tidak segan berpartisipasi, apalagi demi masa depan pembangunan kotanya.

Hal tersebut tidak terlepas dari peran Pemkot Probolinggo yang memiliki sejumlah inisiatif untuk mengubah karakter partisipasi warganya. Yakni, agar lebih peduli terhadap masa depan pembangunan daerah. Terlebih, Kota Probolinggo merupakan daerah miskin sumber daya alam dan memiliki luas lahan yang terbatas, meski 66,6 persen penduduknya berada dalam masa usia produktif.

Karena itu, tidak heran, pemkot terus mendorong komitmen pelibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan, khususnya kebijakan pembangunan. Sejak awal implementasi otonomi daerah, Kota Probolinggo merupakan salah satu daerah yang berani menjamin partisipasi warganya.

Pada 2003, wali kota dan DPRD bersepakat mengesahkan Peraturan Daerah Kota Probolinggo No 5/2003 tentang Partisipasi Masyarakat. Bukan itu saja, pada tahun yang sama, disahkan pula Perda Kota Probolinggo No 6/2003 tentang Kebebasan Memperoleh Informasi.

Dalam implementasinya, pemkot bekerja sama dengan media massa cetak lokal terkemuka mengadakan Probolinggo Summit 2k9 (Rembuk Masyarakat Kota Probolinggo 2009). Rembuk tersebut melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Yaitu, pengusaha, perbankan, kalangan pemuda dan ormas, LSM, pendidik, kelompok profesi, seluruh SKPD, DPRD, serta perwakilan industri yang berlokasi di wilayah Kota Probolinggo.

Pelaksanaan pertemuan itu dibagi dalam lima forum yang merupakan tahap rembuk masyarakat. Misalnya, forum I mengawali pertemuan dengan pemaparan kondisi existing kota. Kemudian, diikuti forum-forum berikutnya guna membahas dan menganalisis program pemkot hingga menghasilkan rekomendasi penyelesaian masalah kota. Puncaknya, forum V adalah penandatanganan kontrak kinerja pelaksanaan hasil-hasil pertemuan.

Probolinggo Summit 2k9 membahas program pembangunan setahun ke depan (2010) berdasar skala prioritas. Pertemuan menghasilkan rumusan-rumusan cerdas yang disepakati bersama antara masyarakat, DPRD, dan pemkot. Pertemuan mengerucut pada pemecahan lima aspirasi utama.

Yaitu, penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, dan peningkatan kualitas pendidikan. Pertemuan menghendaki pula fokus pada pemaksimalan potensi dan pembangunan iklim pariwisata daerah. Tidak ketinggalan agenda reformasi birokrasi.

Untuk agenda kesehatan, misalnya, pada 2010, pemkot mesti memperbaiki kualitas puskesmas dan peningkatan sistem jaminan kesehatan untuk warga miskin. Pada saat yang sama, pemkot diamanatkan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat serta pengondisian pasar dan permodalan untuk UMKM. Khusus agenda reformasi birokrasi, antara lain, dihasilkan target pelibatan masyarakat dalam penyusunan standar pelayanan publik.

Guna menjamin pelaksanaan hasil-hasil Probolinggo Summit 2k9, wali kota dan ketua DPD Asosiasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kota Probolinggo menandatangani Piagam Kota Probolinggo (Probolinggo Charter). Piagam itu memuat kesepakatan antara pemkot dan warga untuk melaksanakan serta mengawasi program-program yang dirumuskan dalam rembuk masyarakat. Piagam dilampiri dokumen hasil pertemuan tersebut.

Selain rembuk masyarakat, pemkot menginisiasi program Sistem Perencanaan Pembangunan Kota Kita (SP2K2) berbasis web. Program tersebut mengintegrasikan penggunaan internet (website) dan SMS yang terhubung dengan Bappeda Kota Probolinggo dan SKPD. Web dan SMS berfungsi memberikan pelayanan informasi dan menampung serta menanggapi berbagai aspirasi masyarakat secara dinamis (mobile).

Masyarakat bisa menyampaikan aspirasi melalui SMS Center pada nomor 08574677890. Untuk monitoring, SP2K2 bisa diakses langsung melalui website http://sp2k2.probolinggokota.go.id dan mengirimkan e-mail ke: sp2k2@probolinggokota.go.id. Fitur-fitur yang tersedia dalam SP2K2 adalah kirim SMS perencanaan, tanggapan SMS, status SMS, statistik SMS, web polling, dan polling musrenbang.

Teknik partisipasi lainnya dilakukan melalui kegiatan cangkrukan. Kegiatan tersebut merupakan media untuk memfasilitasi aspirasi masyarakat dan pemenuhan kebutuhan informasi publik. Cangkrukan dikemas dalam suasana santai diselingi hiburan kesenian tradisional ludruk.

Wali kota dan staf (SKPD) berdialog langsung dengan masyarakat. Persoalan yang dibahas berupa masalah kewilayahan seperti penerangan jalan, bantuan modal kerja, pembangunan jalan kelurahan, perbaikan rumah tidak layak huni, dan penjelasan izin pemanfaatan sumur bor. Lokasi yang digunakan biasanya di halaman rumah warga.

Melalui inisiatif-inisiatif itulah Pemkot Probolinggo terus bekerja mendorong perbaikan kualitas pembangunan manusianya. Pemkot berupaya menghilangkan sekat-sekat antara pemerintah dan yang diperintah. Sekumpulan inisiatif yang patut diteladani daerah lain. (wawansobari@jpip.or.id/c5/agm)

Monday, January 10, 2011

Inovasi Nganjuk dan Bojonegoro

Inovasi Nganjuk dan Bojonegoro
DESA Perning yang masuk wilayah Kecamatan Jatikalen merupakan contoh kisah sukses gerakan sanitasi berbasis masyarakat di Kabupaten Nganjuk. Desa itu menjadi referensi bagi pemerintah dan sejumlah lembaga asing. Dalam tiga bulan, seluruh warga desa tidak lagi melakukan kebiasaan BAB sembarangan (ODF).

Pencapaian warga Desa Perning itu bukan perkara mudah mengingat kondisi alam yang "menyulitkan" perubahan kesadaran sanitasi. Sebagian wilayah desa tersebut merupakan daerah aliran sungai. Masyarakatnya terbiasa BAB di sungai karena aksesnya sangat mudah.

Kepala desa menjadi aktor penting dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat Desa Perning. Dia tidak lelah menyerukan kepada warga di tiga dusun untuk segera mengubah perilaku tidak sehat BAB di sungai. Kepala desa berhasil menumbuhkan rasa malu warga hingga mereka mau bergotong royong membangun jamban. Bahkan, dalam deklarasi 15 Maret 2008, kepala desa dan warga bertekad memberikan sanksi berupa denda Rp 100 ribu jika diketahui ada warga yang masih BAB di sembarang tempat.

Pemkab memberikan dukungan yang cukup untuk perbaikan kesadaran tersebut. Salah satunya melalui penetapan kebijakan sanitasi sebagai program lintas sektoral. Program itu didukung dinas kesehatan, bappeda, dinas kimprasda, dinas PMD, dinas dikpora, dinas PKKBS, kantor depag, dan PKK kabupaten. Pada 28 November 2007, dirumuskan komitmen bersama untuk mendukung program perbaikan sanitasi dan menetapkan rencana lokasi kegiatan.

Komitmen pemkab terlihat dari alokasi anggaran yang dikucurkan. Untuk program sanitasi nonkonstruksi, pemkab mengalokasikan anggaran khusus dalam APBD 2008 dan 2009. Dana tersebut digunakan untuk pelatihan fasilitator, pemicuan, dan pemantauan program.

Sementara itu, Bojonegoro punya capaian tersendiri untuk mendorong status ODF di wilayahnya. Meski baru menjalankan program sanitasi berpendekatan nonkonstruksi dan berbasis penyadaran masyarakat itu pada pertengahan 2009, Pemkab Bojonegoro beserta masyarakat bergerak cepat mendorong perubahan perilaku sanitasi.

Pemkab menempuh beberapa strategi. Yakni, pelatihan fasilitator, pemicuan, dan pelatihan tukang. Selain itu, pemkab mendorong kegiatan arisan jamban sehat dan murah di tingkat desa. Pemkab memfasilitasi kemitraan antara pihak ketiga, institusi pendidikan, dan masyarakat dalam pembangunan jamban sehat.

Salah satu contohnya dilakukan warga Desa Blongsong, Kecamatan Baureno. Warga secara berkelompok mengadakan pembangunan jamban dengan sistem arisan. Setiap hari anggota kelompok menyetorkan seribu rupiah selama sepuluh hari. Hingga setiap anggota berhak mendapatkan paket Rp 493 ribu dari pengusaha material yang ditunjuk.

Untuk percepatan ODF, bupati mengeluarkan surat edaran tentang percepatan pencapaian ODF. Selain itu, pencapaian ODF ditetapkan sebagai indikator penilaian kinerja camat. Bupati menetapkan kontrak kerja camat terkait dengan kepemilikan dan akses jamban sehat serta desa ODF. Yang penting pula, bupati menetapkan rencana strategis sanitasi sejak 5 Mei 2010. (wawan sobari)

Saturday, January 8, 2011

Puisi Habibie untuk Mendiang Istri

[ Minggu, 29 Agustus 2010 ]
Puisi Habibie untuk Mendiang Istri
KENDATI almarhumah Ny Hasri Ainun Habibie kemarin (28/8) genap 100 hari meninggal dunia, duka belum sepenuhnya hilang dari mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie dan keluarganya. ''Bapak masih sedih biarpun sudah ada kemajuan,'' ujar Ilham Akbar, putra sulung Habibie, melalui akun Twitter.

Ilham menuturkan, seluruh keluarga merasa meninggalnya Ainun seperti baru saja terjadi. Karena itu, Habibie dan keluarganya butuh waktu untuk menghilangkan perasaan duka mereka. ''Wafatnya beliau seperti baru terjadi kemarin,'' katanya.

Selama tiga bulan ini, setiap hari Habibie berziarah ke makam istrinya di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta. Ziarah biasanya dilakukan setelah salat asar. Meski hujan deras, Habibie tetap datang ke makam. Habibie biasanya berdoa dan bercerita sambil mengelus-elus nisan sang istri.

Dalam kesempatan itu, Ilham juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas perhatian, ucapan belasungkawa, serta doa kepada ibunya. ''Sampai saat ini pun masih mengalir,'' tulis pakar aeronautika Boeing tersebut.

Hasri Ainun Habibie meninggal di Rumah Sakit Ludwig-Maximilians-Universitat, Klinikum, Grohadern, Munchen, Jerman, pada 22 Mei lalu. Sebelumnya, dia dirawat di sana sejak 25 Maret 2010.

Pada hari ke-100 wafatnya sang istri, Habibie kembali menunjukkan rasa cinta dan sayangnya melalui puisi. Itu menjadi ungkapan rasa kehilangan yang teramat dalam. Kesedihan Habibie juga bisa dirasakan dalam puisi yang dilansir akun The Habibie Center di Twitter.

Dalam puisi yang ditulis kemarin pagi, Habibie, antara lain, menulis: Jikalau mataku kubuka lagi, semuanya serentak hilang lenyap dan meninggalkan kekosongan jiwa, kecewa, sedih, dan perih! Di mana Ainun? Bagaimana keadaan Ainun? Bagaimana mendapat kepastian mengenai Ainun yang selalu kurindukan sepanjang masa! (noe/c7/dwi)

 

Friday, January 7, 2011

Tony Blair Dilempari Sepatu dan Telur

Tony Blair Dilempari Sepatu dan Telur
MESKIPUN sebenarnya telah lama lengser, mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair tetap saja menjadi sasaran kemarahan massa. Itu terjadi saat mantan pemimpin Partai Buruh tersebut menghadiri acara penandatanganan memoarnya di sebuah toko buku di Dublin, Irlandia, kemarin (4/9).

Buku memoar berjudul A Journey itu membuat marah para penentang kebijakan Blair, terutama soal invasi AS (yang didukung Inggris) ke Iraq pada 2003. Ratusan demonstran meneriaki dan menuding tangan Blair berlumuran darah ketika suami Cherie Booth tersebut tiba di toko buku.

Sebuah sepatu, sejumlah telur, dan benda-benda lain dilemparkan ke arah tokoh kelahiran 6 Mei 1953 itu saat keluar dari mobil. Untung, benda-benda tersebut tidak mengenai Blair.

Tak ada komentar dari Blair atas insiden tersebut. Bapak empat anak itu justru menghabiskan waktu hingga dua jam untuk melayani tanda tangan bagi para penggemarnya di toko buku tersebut. Meskipun bukunya menuai kontroversi, Blair termasuk sosok yang sangat populer di Irlandia. Sebab, dia berperan dalam proses perdamaian Irlandia Utara.

Dirilis pekan ini, A Journey yang diterbitkan Amazon itu merupakan buku terlaris di Inggris. Buku tersebut juga masuk daftar 10 besar penjualan secara online di AS. Blair menerima bayaran GBP 4,6 juta atau USD 7,2 juta (sekitar Rp 65 miliar) untuk memoar yang membela kebijakannya selama menjabat PM pada 1997-2007 itu. Dalam bukunya tersebut, Blair menyatakan tak menyesal membawa Inggris terlibat perang di Iraq meski dirinya menangisi para korbannya. (AFP/AP/c4/dwi)

Thursday, January 6, 2011

Celetukan Agus Martowardojo Tentang Topi Menteri

[ Senin, 30 Agustus 2010 ]
Celetukan Agus Martowardojo Tentang Topi Menteri
MENYANDANG jabatan sebagai menteri keuangan, rupanya sifat spontanitas dan humoris dalam diri Agus Martowardojo sama sekali tidak hilang. Itulah yang terjadi ketika Menko Perekonomian Hatta Rajasa bersama enam menteri di jajaran tim ekonomi mengadakan kunjungan ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu lalu (28/8). Agus termasuk di antara para menteri tersebut.

Saat berkumpul di tengah rel kereta api pelabuhan untuk jumpa pers, tiba-tiba Agus yang menggantikan posisi Sri Mulyani Indrawati tersebut menyeletuk. ''Aku ini menteri baru, nggak punya topi,'' ujar mantan Dirut Bank Mandiri itu dengan mimik muka agak serius.

Siang itu, cuaca memang panas dan cukup terik. Seluruh menteri, kecuali Agus dan Menteri Perindustrian M. S. Hidayat, memakai topi hitam dengan bordir kuning emas bergambar lambang garuda di bagian depan serta nama di sisi kanan dan jabatan menteri pada sisi kiri. Karena itu, masuk akal jika pria kelahiran Amsterdam, Belanda, 24 Januari 1956 tersebut memerlukan topi.

Celetukan Agus kemudian ditanggapi Hatta Rajasa dengan canda. ''Kan ada topi Dirut Bank Mandiri (jabatan Agus sebelum Menkeu). Nah, tulisannya ditambah saja (menjadi) Bukan Dirut Bank Mandiri,'' seloroh Hatta lantas tertawa.

Mendengar gurauan itu, Agus maupun anggota lain rombongan ikut tertawa. ''Nanti saya minta Sesmenko (sekretaris menko perekonomian) saja,'' kata pemilik nama lengkap Agus Dermawan Wintarto Martowardojo tersebut sambil tersenyum. (owi/c13/dwi)

 

Wednesday, January 5, 2011

Meutya Hafid Masuk Parlemen

[ Selasa, 31 Agustus 2010 ]
Meutya Hafid Masuk Parlemen
SETELAH cukup lama berkarir di televisi, Meutya Hafid kini melanjutkan kiprahnya di dunia politik. Perempuan kelahiran Bandung, 3 Mei 1978, tersebut mengawali karir politiknya dengan masuk Senayan. Hal itu terjadi setelah mantan reporter stasiun televisi yang pernah diculik dan disandera di Iraq selama tiga hari tersebut terpilih sebagai anggota DPR melalui pergantian antarwaktu (PAW).

Meutya menjadi wakil rakyat dari Partai Golkar sebagai pengganti almarhum Burhanudin Napitupulu yang meninggal dunia pada 21 Maret lalu. Berdasar penghitungan jumlah kursi pemilu legislatif pada 2009, pemilik nama lengkap Meutya Viada Hafid tersebut meraih suara terbanyak kedua setelah Burhanudin Napitupulu. Jadi, dia memenuhi persyaratan PAW.

''Alhamdulillah, terima kasih atas ucapannya,'' kata Meutya setelah dilantik menjadi anggota DPR di Jakarta kemarin (30/8).

Sebelumnya, Meutya menjajal peruntungan politik dengan menjadi calon wakil wali kota (cawawali) Binjai, Sumatera Utara. Ketika itu, penulis buku 168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Iraq tersebut berpasangan dengan calon wali kota (cawali) Dhani Setiawan. Sayang, pasangan yang diusung Partai Golkar tersebut kalah dalam pilkada Binjai pada 12 Mei lalu.

Meutya membenarkan bahwa proses lima bulan PAW memang memakan waktu. Namun, proses itu dijalaninya dengan kesibukan yang padat. Apalagi, dia disibukkan persiapan pilkada Binjai. ''Tapi, komunikasi dengan partai waktu itu lancar sehingga sebenarnya tidak ada kendala,'' ujarnya.

Meutya mungkin ditempatkan di Komisi II DPR. Di komisi bidang pemerintahan dan pemilu itu pula selama ini Burhanudin Napitupulu bernaung. Hanya, jika boleh memilih, mantan presenter Metro TV tersebut ingin ditempatkan di komisi I yang membidangi masalah media, informasi, luar negeri, dan pertahanan. ''Tapi, kan bergantung posisi lowongnya di mana. Untuk saat ini, ayo saja lah di komisi mana,'' ucapnya lantas tertawa. (bay/c7/dwi)

Tuesday, January 4, 2011

Tak Mimpikan Jadi Ibu Negara

[ Rabu, 01 September 2010 ]
Tak Mimpikan Jadi Ibu Negara
PUBLIK barangkali belum terlalu mengenal Okke Hatta Rajasa. Dialah sosok yang selama ini berada di balik popularitas dan kesuksesan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa.

Pemilik nama lengkap Oktiniwati Ulfa Dariah itu tidak berbeda dari para istri pejabat lainnya. Ibu empat anak tersebut selalu aktif mendukung dan menyertai kegiatan dinas sang suami. Termasuk di forum dan program-program mandiri Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB).

Saat ini Hatta Rajasa menjabat Menko Perekonomian. Sebelumnya, pria kelahiran Palembang, Sumsel, 18 Desember 1953, itu beberapa kali duduk di kabinet. Termasuk menteri negara riset dan teknologi (Menristek) pada era Presiden Megawati serta menteri perhubungan dan Mensesneg pada kabinet Presiden SBY. Karena berbagai jabatan sang suami tersebut, Okke ikut dibuat sibuk.

Belakangan muncul wacana untuk menjadikan Hatta Rajasa sebagai calon presiden dari PAN pada 2014. Bagaimana respons Okke soal wacana tersebut? ''Soal itu, saya rasa, keluarga belum perlu respons dulu. Dijalanin aja yang sekarang,'' kata Okke kepada IndoPos (Jawa Pos Group) saat menghadiri sebuah acara di Parkir Selatan Senayan, Jakarta, pada Sabtu (28/8).

Dokter gigi yang kerap menyatakan kurang mengerti politik itu dikenal sebagai sosok low profile. Okke pun menyatakan biasa-biasa saja ketika mendengar tentang pencalonan sang suami sebagai Capres. ''Kali pertama diberi tahu bapak (soal pencapresan Hatta Rajasa, Red). Kalau ditanya respons, biasa-biasa saja,'' ujar perempuan berjilbab tersebut.

Okke bertutur, Hatta Rajasa memang sering curhat kepada dirinya dalam beberapa hal. Tetapi, sebagai perempuan yang tidak terlalu mengerti politik, dia memilih untuk lebih banyak mendengar. Perempuan yang lebih dari seperempat abad mendampingi Hatta Rajasa itu tidak pernah sekali pun bermimpi menjadi ibu negara.

Ketua Cita Tenun Indonesia (CTI) tersebut tentu tetap mendorong karir sang suami. Kendati begitu, dia menegaskan, apa pun pekerjaan dan karirnya, Hatta Rajasa merupakan ayah dari putra dan putrinya. ''Dijalanin aja amanat yang sekarang. Soal itu (jadi ibu negara, Red), belum kepikir sama sekali,'' pungkasnya. (did/jpnn/c13/dwi)

Monday, January 3, 2011

Kado Bikini Merah Jambu

Kado Bikini Merah Jambu
Setelah sekitar sembilan bulan menjadi orang nomor satu di Pejambon (Kantor Kemenlu di Jakarta, Red), Marty Natalegawa mendapat ''kado'' yang mungkin tidak pernah dia harapkan. Kemarin (1/9) para aktivis dari Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ) mengirimkan bingkisan berisi bikini merah jambu ke kantor menteri kelahiran Bandung, 22 Maret 1943, tersebut.

''(Bingkisan) itu merupakan tanda kekecewaan kami atas lemahnya diplomasi pemerintah,'' ujar Anthony, salah seorang pendemo, mewakili 25 aktivis GMHJ, saat demo di depan gedung Kemenlu, Jakarta, kemarin.

Bikini merah jambu menjadi pertanda lemahnya kebijakan diplomatik Indonesia yang dinilai hanya lip service. Hubungan di antara dua negara seharusnya saling menguntungkan. Tidak merugikan Indonesia, seperti yang sering terjadi selama ini dalam hubungan dengan Malaysia.

Sayang, para pejabat Kemenlu tidak merespons demo mahasiswa. Buktinya, tidak seorang pun yang menemui para pengunjuk rasa itu. Marty juga tidak berada di kantor. Mobil dinas doktor lulusan Australian National University dan mantan juru bicara Deplu tersebut tidak terlihat. Pesan singkat atau short message service (SMS) yang dikirimkan Jawa Pos tadi malam pun tidak dibalas.

Para mahasiswa menyerahkan kado itu kepada satpam dan seorang staf Kemenlu. Setelah itu, mereka bubar. Apalagi, saat itu hujan cukup deras mengguyur Jakarta. (zul/c3/dwi)

Sunday, January 2, 2011

Green Home Improvement

Green Home Improvement Tip No.4

Windows & Doors

When we bought our house, it was completely single glazed and leaked heat like nobody's business. We replaced all our windows with slow-grown softwood triple glazed units and put in a new, matching front door. As we have a very tall house at the rear, maintenance is an issue, so we got them coated externally in a thin aluminium coating.

The windows are superb and look beautiful, but we have had some problems with the door coating. Being Swedish, all the draught-proofing is excellent and the A4 cylinder-style letter-box has to be seen to be believed. None of them cost much more than good quality PVC units (whose manufacturing process uses more energy than they'd ever save).

Unfortunately I can't recommend the UK distributer because:

a. They were a bunch of cowboys, and,

b. They've gone bust.

Good thing we never paid them for the door...

Saturday, January 1, 2011

Chelsea Olivia Terbawa Aura Ramadan

[ Kamis, 02 September 2010 ]
Chelsea Olivia Terbawa Aura Ramadan
MESKI tercatat sebagai penganut Nasrani, aktris dan pesinetron Chelsea Olivia tetap bisa merasakan nikmatnya bulan suci Ramadan. Pemilik nama lengkap Chelsea Olivia Wijaya tersebut menyatakan sangat terharu ketika menyaksikan sejumlah anak yatim piatu berbuka puasa bersama dirinya. Dia pun terbawa dan bisa merasakan aura Ramadan.

''Aku sangat senang. Mereka adalah anak-anak yang sangat polos. Buat aku, berbagi kebahagiaan itu enggak terbatas pada agama,'' kata Chelsea di Yayasan Rohmatul Ummah Masjid Jami Al-Anshor, Jati Cempaka, Bekasi, Selasa malam (31/8).

Gadis kelahiran Bandar Lampung, 29 Juli 1992, itu terharu melihat perjuangan anak-anak tersebut. Meski kecil, mereka mampu menjalankan ibadah puasa sehari penuh. ''Ini bukan pertama aku melihat anak sekecil itu puasa full. Aku merasa salut. Aku saja yang segede ini belum tentu bisa full (puasa sehari penuh, Red),'' tuturnya.

Menurut model sejumlah iklan tersebut, aktivitas anak-anak itu ikut memotivasi dirinya untuk beribadah dengan lebih baik. Bintang sinetron Buku Harian Nayla tersebut juga bisa menghargai mereka yang beribadah puasa. ''Aku sama sekali nggak kikuk (berbagi dengan anak-anak yatim piatu saat Ramadan, Red). Sebab, bukan pertama aku berbagi,'' kata penyanyi yang menjadi salah seorang personel BBB (Bukan Bintang Biasa) itu. (ash/jpnn/c13/dwi)