Kabupaten Jombang Peraih Award Kategori Khusus Sanitasi
---
PADA 1970-an, strategi pembangunan sanitasi lingkungan, khususnya di kawasan pedesaan, mengandalkan subsidi konstruksi fisik. Pemerintah pusat dan daerah memberikan stimulan berupa bangunan jamban keluarga secara cuma-cuma kepada masyarakat. Kemudian, mereka membangun ribuan fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus). Maka, keberhasilan itu diukur berdasar kuantitas pembangunan fisik fasilitas sanitasi tersebut.
Faktanya, prevalensi penyakit diare, tifus, polio, dan cacingan di masyarakat masih cukup tinggi. Direktorat Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan merilis hasil survei nasional pada 2006. Salah satunya berkaitan dengan kematian anak yang berusia kurang dari tiga tahun karena diare. Korban penyakit tersebut sekitar 100 ribu anak per tahun.
Kementerian Kesehatan menyebutkan pula, pada 2007 sekitar 35,3 persen penduduk Indonesia terkena cacingan. Salah satu penyebabnya terungkap dari paparan Economic Impacts of Sanitation in Southeast Asia yang diterbitkan pada November 2007. Terdapat sekitar 94 juta orang di negeri ini yang belum mampu mengakses jamban sehat. Sebanyak 60 persen dari jumlah tersebut berada di pedesaan. Mereka akhirnya terpaksa buang air besar (BAB) di tempat-tempat yang tidak semestinya. Misalnya, sungai, danau, laut, dan daratan.
Dua fakta tersebut menunjukkan kondisi ironis. Di satu sisi, pemerintah berupaya membuatkan jamban. Di sisi lain, masih banyak yang belum mampu mengakses jamban sehat. Belum lagi tingginya penyakit yang diderita masyarakat karena sistem sanitasi yang buruk. Artinya, terdapat persoalan dalam penyadaran masyarakat agar tidak BAB di sembarang tempat.
Fakta itu juga dihadapi Pemkab Jombang. Mereka menyadari, diperlukan perubahan pendekatan untuk memperbaiki kebiasaan buruk masyarakat tersebut. Untuk itu, sejak 2008 Dinkes Jombang didukung sejumlah organisasi berbasis masyarakat mengubah pendekatan pembangunan sanitasi. Mereka memiliki program peningkatan kesadaran bersanitasi sehat.
Pemkab menerapkan tujuh strategi yang diadopsi dari pendekatan sanitasi total dan pemasaran sanitasi (SToPS). Pertama, menerbitkan SK Bupati Nomor 188.4.45/151 A/415.12/2008 tentang Strategi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Kabupaten Jombang. Tujuannya, memberikan payung hukum dan melindungi keberlangsungan program itu. Surat tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan SK camat dan kepala desa.
Kedua, memicu kesadaran masyarakat desa akan sanitasi lewat sistem cluster. Caranya, diadakan kegiatan penyadaran masyarakat secara partisipatif mengenai dampak sanitasi yang buruk dan pentingnya menggunakan jamban sehat. Sistem cluster tersebut ditentukan berdasar wilayah kerja puskesmas. Tujuannya, program terus berjalan hingga masyarakat desa-desa yang dipicu terbebas dari kebiasaan BAB sembarangan (open defecation free/ODF).
Ketiga, menggunakan media promosi cetak dan elektronik untuk percepatan ODF. Promosi bertujuan memperluas kampanye sanitasi sehat dan ODF ke seluruh wilayah Kabupaten Jombang. Dinkes berinisiatif bekerja sama dengan media cetak lokal untuk mempercepat ekspos keberhasilan ODF di tingkat komunitas sehingga bisa memicu komunitas lain.
Kerja sama dengan media elektronik berbentuk penyiaran tentang spot ODF dan dialog interaktif setiap Rabu pukul 08.00-09.00 di dua radio lokal. Pada 2008, dua radio tersebut menyiarkan progam itu secara cuma-cuma. Kemudian, mulai 2009, salah satu radio dan media cetak lokal tersebut bekerja sama dengan rate 50 persen.
Keempat, dinkes dan puskesmas berupaya membangun jejaring suplai material dengan toko bahan bangunan dan lembaga keuangan. Upaya itu berbentuk kerja sama untuk meringankan beban masyarakat dalam pembangunan jamban. Dalam kerja sama tersebut, toko material sepakat menyediakan bahan baku pembuatan jamban dengan harga diskon. Bahkan, masyarakat bisa membayar material itu dengan cara mengangsur.
Jejaring dengan lembaga keuangan baru dirintis pada 2009 melalui kerja sama dengan salah satu koperasi di Jombang. Koperasi tersebut membayar bahan bangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk membuat jamban kepada toko material. Masyarakat kemudian mengangsur biaya material itu kepada koperasi.
Kelima, memicu kesadaran bersanitasi sehat di sekolah-sekolah. Kegiatan tersebut diawali dengan upaya-upaya ODF di sekolah-sekolah wilayah pemicuan. Caranya, saat pertemuan para kepala sekolah, ada jadwal untuk sosialisasi program itu. Selain penyadaran masyarakat akan jamban sehat, dinas menyosialisasikan cuci tangan dengan sabun melalui guru UKS. Selain itu, setiap murid diberi formulir untuk mendata lima kepala keluarga. Tujuannya, diketahui jumlah warga yang memiliki jamban.
Keenam, mengembangkan sistem kompetisi. Upaya tersebut dilakukan di tingkat kecamatan dan desa. Dalam setiap sosialisasi, wakil dusun menceritakan keberhasilan upaya-upaya ODF. Puncaknya, kompetisi dihelat pada tingkat kecamatan melalui pameran capaian ODF setiap desa. Selain itu, pemkab memberikan insentif sosial berupa komitmen bupati untuk hadir pada setiap deklarasi desa ODF.
Terakhir, mengembangkan sistem monitoring serta evaluasi yang terstruktur dan berjenjang. Maksudnya, ada kegiatan monitoring dan kajian pencapaian ODF mulai tingkat dusun hingga kabupaten setiap dua minggu. Awalnya, kader sanitasi di tingkat dusun melaporkan capaian ODF tiap desa kepada fasilitator puskesmas. Lalu, puskesmas melapor kepada kecamatan dan dinkes.
Salah satu strategi terbaru pemicuan kesadaran bersanitasi sehat dikembangkan melalui pergelaran drama komedi Opera van Jamban. Drama itu merupakan kreasi sejumlah sanitarian dan staf Dinkes Jombang untuk promosi kesehatan, khususnya sanitasi. Opera van Jamban merupakan parodi opera serupa yang ditayangkan oleh salah satu TV swasta nasional.
Dalam setiap pementasan, dilibatkan beberapa pemain. Antara lain, warga yang sering BAB sembarangan, kepala dusun, sanitarian, dan pemilik toko material. Untuk memperlihatkan kesenian yang profesional, pemain mengenakan kostum khusus yang mencerminkan ketokohan masing-masing.
Semua strategi dan inovasi program sanitasi tersebut bermuara pada target Pemkab Jombang. Yakni, mewujudkan Jombang 100 persen mencapai ODF pada 2014. (*)
No comments:
Post a Comment